UN SMP. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan (Kemendikbud) merilis hasil UN SMP (Ujian Nasional Berbasis KomputeR) sekolah menengah pertama (SMP). Hasilnya, nilai rata-rata UNBK SMP mengalami penurunan.
Hasil UNBK di SMP negeri, peningkatan nilai hanya ada di pelajaran Bahasa Inggris. Namun, secara rata-rata, nilai UNBK di SMP negeri mengalami penurunan.
Bahasa Inggris mengalami kenaikan, matematika mengalami penurunan dan IPA juga. Jadi penurunan di sekolah negeri rata-rata nilai tahun 2018 untuk negeri 53,42. Sedangkan pada UNBK tahun 2017 56,27.
Tahun ini Kemendikbud mengurangi soal berbobot mudah. Soal itu diganti soal berbobot sedang. Hasilnya masih banyak yang belum bisa menjawab soal berbobot sedang-sulit.
SEKOLAH | NILAI |
SMP Labschool Kebayoran | 349,20 |
SMPK 2 Penabur | 347,65 |
SMP Negeri 115 | 347,65 |
SMP Djuwita | 347,38 |
SMP Labschool Jakarta | 345,14 |
SMP Santa Ursula | 343,50 |
SMP Negeri 41 | 343,40 |
SMP Negeri 49 | 341,10 |
SMP Negeri 75 | 339,73 |
SMP Negeri 225 | 338,99 |
10 sekolah dengan nilai rata-rata UN SMP Matematika tertinggi di DKI Jakarta:
10. SMPN 49:87.79
10. SMP NEGERI 111 : 88.92
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan evaluasi atas merosotnya rata-rata nilai ujian nasional (unas) tahun ini dan tahun lalu. Opsi yang dikaji antara lain adalah mengembalikan nilai unas sebagai penentu kelulusan siswa. Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan, tidak dijadikannya nilai unas sebagai syarat kelulusan berdampak secara psikologis pada siswa. Bentuknya, etos siswa untuk belajar menurun. “Salah satunya mungkin itu. MoÂtivasi siswa, motivasinya tidak terlalu serius,” ujarnya di kompleks Istana Negara, Jakarta, kemarin (4/5).
“Tahun 2018 ini kita kurangi soal yang mudah tapi lebih kepada soal yang bobotnya sedang. Hasil analisis kami, kemampuan anak-anak kita mayoritas ini kemampuannya hanya menjawab soal-soal yang (tingkat kesulitannya) mudah ke bawah atau menengah ke bawah. Sebagaimana yang perlu diingatkan bahwa UN ini menguji apa yang seharusnya diajarkan secara standar bukan yang sungguh-sungguh diajarkan,” jelas Kepala Balitbang Kemendikbud, Totok Suprayitno.